Mengenal kamu seperti mendaki gunung.
Semakin ke atas semakin penasaran dengan
keindahannya.
"Pipit.... tunggu pit..." terdengar suara Vito dari arah belakang. Tumben jam segini dia masih berada di kampus, biasanya sudah sibuk dengan teman-teman sesama relawannya di basecamp mereka. Aku pun segera membalikkan badan.
"Syukur aku masih keburu" ujarnya lagi sambil mengatur napas karena sedikit berlari ketika mengejarku tadi.
"Ada apa vin?" tanyaku ketika dia mulai bisa menstabilkan napasnya.
"Kamu sibuk nggak? Aku punya sesuatu yang pasti kamu suka. Tapi kamu harus rela aku culik sampe malem nih" ujar Vino dengan bersemangat. Ah Vino selalu begini ketika bercerita tentang kegiatannya bersama teman-teman relawannya itu. Aku yakin apa yang akan disampaikannya ada hubungannya dengan itu.
"Aku nggak ada acara sebenarnya, tapi aku telpon mama dulu ya. Minta izin" jawabku sambil melemparkan senyum yang kemudian disambut anggukan oleh Vino, tetap dengan mata yang bersinar khas itu. Sinar kehangatan.
Setelah mendapat izin dari mama, akhirnya kami pun menuju parkiran menyapa si putih, sepeda motor klasik milik Vino. Vino tetap tidak memberi bocoran rahasia kemana si putih akan mengantarkan kami. Sampai akhirnya kami pun sampai di daerah bergang sempit. Tampak kerumunan anak-anak di kejauhan yang tampak sedang asik mendengarkan seorang gadis yang sedang memdongeng.
"Kamu mau coba mendongeng?" tanya Vino setelah memarkir si putih di dekat situ. Aku masih sedikit melongo dan memilih untuk tidak menjawab saat itu. Darimana Vino tau aku suka dengan dongeng, ah ini pasti Puput yang membocorkannya ke Vino.
"Udah ayo jangan bengong terus, kita gabung sama mereka yuk" ajak Vino sambil menggenggam tanganku. Aku mengikuti Vino dengan perasaan haru yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Sial... Aku jatuh cinta lagi.
Sepertinya ini sudah keberapa kalinya aku jatuh cinta sama kamu Vino.
Kamu nyadar nggak sih?
Aku mau diajak ke ketinggian gunung yang seberapa lagi ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar